Saturday, September 13, 2008

Kembali ke Titik Nol

That's only one person who could ever make you happy, and that person is you

(David Burns, Intimate Connections)

Sudah dua tahun lamanya sejak tulisan saya yang terakhir.... Rentang waktu yang cukup panjang. Ada banyak peristiwa yang terjadi, ada banyak tawa bahkan juga tangis. Semuanya mengguratkan jati diri saya hingga saat ini.

Ketika sejenak saya melihat diri saya ke masa dua tahun itu, saya tiba pada satu titik kesadaran. Bahwa saya harus bahagia! Seorang kawan pernah menanyakan skoring kebahagiaan saya pada skala 1-10. Saya lupa, berapa jawaban saya. Tapi yang jelas sangat rendah. Dan saya terpukau dengan jawaban beliau yang di angka 8-8,5. She was very happy and I believe she's still happy right now.

Pertanyaan itu diajukan kurang lebih dua tahun yang lalu. Dan selama waktu berjalan, I do nothing to fix it. Very Pathetic!

Happiness comes from inside.

Itu sebabnya saya belum bahagia. Sebab saya menyandarkan kebahagiaan pada orang-orang di luar saya. Pada suami, pada orangtua, anak, sahabat bahkan tetangga. Akibatnya saya menjadi serapuh china, persis lirik she's so vulnerable-nya Roxette. Ketika saya menyandarkan kebahagiaan saya pada mereka, saat itu juga saya melontarkan peluru-peluru pengharapan saya. Bahwa mereka harus begini harus begitu. Sesuai dengan standar sikap dan nilai hidup saya. Ketika kenyataan yang terjadi berbeda -yang berarti peluru-peluru itu salah sasaran..- saya bisa sedih berkepanjangan.

Bahkan teramat sedih..... seperti ketika saya mengalami hal yang sangat luar biasa dalam rumah tangga saya. Berhari-hari saya menangis bergumul dengan rasa marah, benci, juga dendam. Pertanyaan how could you... why me... saya teriakkan dalam hati berulang ulang. Begitu banyak energi negatif yang saya keluarkan membuat saya menjadi sangat lelah... Kelelahan yang menjadikan lingkar hitam mata saya menjadi lebih gelap, dan tubuh kurus saya menjadi semakin ringkih.

Ya, bayangan di cermin itu menyadarkan saya. Begitu banyak waktu yang telah terbuang. Banyak masa terlewat dengan mengabaikan kebahagiaan yang seharusnya saya miliki. 32 tahun sudah kehidupan saya, dan saya masih tidak bisa menjawab pertanyaan: Apakah kamu bahagia? Apa yang membuatmu bahagia?

Saya pejamkan mata, perlahan-lahan saya mencoba mengurai kekusutan jiwa saya. Menyadari bahwa saya harus mencari ke dalam, bukan keluar. Sebab mereka memiliki kehidupan dengan pilihan-pilihan yang mereka buat. Sadar buat berhenti menyalahkan orang lain dan diri sendiri. Sebab saya tidak memiliki kuasa untuk mengatur pilihan-pilihan yang harus mereka buat dan karena itu juga seburuk apapun pilihan yang mereka buat tidak seharusnya mengguncangkan kehidupan saya. Karena saya memiliki jiwa dan pikiran saya sendiri. Seperti saya tidak memiliki kuasa atas hidup mereka, pun mereka tidak memiliki kuasa atas hidup saya.

Itu sebabnya saya HARUS dan berHAK hidup bahagia! Sebab bahagia menguatkan jiwa dan melapangkan hati. Perlahan saya minta Pada Yang Rahman dan Rahim, bantu saya menjadikan hati kembali ke nol, agar saya bisa menatanya kembali. Bantu saya untuk bisa melihat ke dalam jiwa saya dengan jernih, agar saya tahu keinginan saya yang akan menjadikan hidup saya lebih bermakna. May Allah bless me... Ameen


2 comments:

dr. Yuni Eka Anggraini said...

Pertamaxxx !!..Betul mbak...Kita punya hak untuk bahagia.., tapi sudut pandang bahagia yang mana yg akan kita pakai itu juga menentukan rasa loohh..Btw..udah bangkit lagi ya nulisnya :) Blogspot emang okeeeh..

D4nieL said...

Kenapa yg ini delaynya jauh bener dari tulisan sblmnya ?

Wadda hell happened ?