Sunday, October 05, 2008

Stars

For my part I know nothing with any certainty but the sight of the stars makes me dream.
(Vincent Van Gogh)

Sebuah bintang adalah bola gas yang sangat besar, memiliki panas dan bercahaya. Matahari kita adalah contoh sebuah bintang. Di angkasa yang penuh dengan debu dan gas sebuah bintang terbentuk. Debu dan gas-gas (sebagian besar adalah hidrogen) itu ditarik dengan kuat oleh gravitasi dan membentuk awan. Lalu awan itu berputar dengan sangat kuat, begitu kuat sehingga atom-atom gas tersebut saling berbenturan satu sama lain dan menghasilkan energi panas. Awan tadi menjadi sangat panas, dan pada satu titik, panas itu menjadikan awan bercahaya. Awan gas yang bercahaya itu di sebut Protostar. Protostar ini akan terus berkembang, lalu berhenti pada main sequence star (maaf, penulis belum menemukan istilah yang tepat dalam bahasa). A main sequence star ini akan terus bercahaya sampai ribuan tahun tergantung seberapa besar ukurannya. Contoh main sequence stars adalah Matahari, Sirius, Vega dan Spica.

Ketika kita memandang ke langit lepas disaat langit benar-benar cerah tanpa awan, kita bisa memandang ratusan bahkan ribuan bintang berkerlap-kerlip. Sekilas bintang-bintang itu tampak serupa, seperti titik-titik yang bercahaya. Padahal sebenarnya bintang-bintang itu berbeda satu sama lain. Mereka berbeda warna dan ukuran. Secara sederhana warna bintang tergantung oleh spektrum mereka dan spektrum ini dicirikan melalui temperatur bintang tersebut. Bintang memiliki solar mass (massa dalam ukuran astronomy) yang juga mempengaruhi temperaturnya.

Warna bintang yang paling dingin adalah merah dan yang paling panas adalah biru. Bintang-bintang yang berwarna merah misalnya Aldebaran, Arcturus, Betelguese dan Antares. Bintang-bintang biru memiliki setidaknya 3 dan lebih dari 150 solar mass yang membuat mereka lebih cepat membakar gas mereka dari bintang yang lebih kecil. Ini membuat bintang-bintang biru menjadi lebih bercahaya dari bintang-bintang yang lain. Contoh bintang biru adalah Alnitak. Setelah bercahaya ribuan tahun pada main sequence, bintang-bintang biru akan berubah menjadi red giants atau supergiant. Suhunya akan menjadi menurun. Beberapa yang terbesar dari bintang biru akan tetap menjadi bintang biru yang tidak stabil. Sebagian besar bintang-bintang kecuali yang terbesar, menghabiskan 80 % hidup mereka pada main sequence. Jika gas hidrogen pada bintang telah berkurang habis, maka bintang mulai meredup dan meninggalkan masa main sequence.

Thursday, October 02, 2008

Words

Words without thoughts never to heaven go
(William Shakespeare)

Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detik kita bermain dengan kata-kata. Ribuan kata-kata sudah kita hamburkan. Lewat lisan juga tulisan. Menyuarakan perasaan, mengungkapkan isi hati juga menyampaikan pikiran. Bahkan sadar dan tak sadar kita seringkali menggunakan kata-kata yang menjatuhkan. Kata-kata yang tak hanya terdengar menyakitkan tapi juga merusak. Merusak mental bahkan harga diri si pendengar. Namun di sisi lain, banyak sekali kata-kata yang bisa menyentuh hati kita, menginspirasi juga memotivasi.

Begitulah, kata-kata seumpama janus, pisau bermata dua dalam mitologi yunani. Di satu sisi bisa menyembuhkan di sisi lain mematikan. Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk lebih bijaksana menggunakan kata-kata. Mengingat begitu dahsyat sebenarnya pengaruh dari kata-kata bagi diri sendiri dan orang-orang disekitar kita. Banyak kata-kata dari orang hebat di dunia yang menginspirasi hingga berpuluh tahun setelah masa kehidupan mereka. Kata-kata hebat itu tidak terangkai begitu saja. Mereka berasal dari kata-kata sederhana. Kata-kata sederhana yang menjadi bermakna ketika dikuatkan oleh sikap.

Begitulah, bahkan dalam berkata-kata kita pun mengabaikan hal-hal kecil. Hal-hal yang kita anggap biasa dan sederhana. Jika dalam hal yang biasa saja kita tak mampu memilih kata-kata yang tepat maka jangan heran kalau kata-kata yang kita keluarkan selama ini hanya sekedar kata-kata. Pepesan kosong tanpa makna. Kita harus banyak belajar untuk pandai berkata-kata. Agar kata-kata tak sekedar rangkaian vokal dan konsonan tanpa makna. Tapi juga memiliki nilai bagi diri kita dan orang lain. Membiasakan diri untuk memakai kata-kata yang tepat bahkan dalam hal yang kita anggap paling sepele. Maknai kata-kata dalam sikap agar ia menjadi bernilai. Perhatikan kata-kata yang ingin kita mainkan dalam kehidupan. Pastilah hidup akan menjaga kita dari kesia-siaan.

Tentang Sebuah Pilihan

Kebahagiaan adalah serangkaian pilihan-pilihan....
(Because I said So - the movie)


Kebanyakan kita mengira bahwa apa yang terjadi dalam hidup adalah hal yang seharusnya terjadi. It is a destiny. Namun saya memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Sejak remaja saya beranggapan bahwa hidup seumpama buku cerita pilih sendiri petualanganmu. Kita punya banyak pilihan, dan setiap pilihan membawa takdir sendiri-sendiri. Allah menganugerahi kita akal pikiran dan hati nurani untuk bisa memilih.

Kebebasan untuk memilih ini adalah anugerah bawaan kita yang pertama sebagai manusia. (stephen covey-the 8th habit) Kita membuat pilihan berdasarkan nilai-nilai kehidupan yang kita pegang. Dengan itu kita bisa menentukan arah kehidupan kita, menemukan diri kita kembali bahkan merubah masa depan kita.

Kemampuan memilih ini membuktikan bahwa kita bukan sekedar produk masa lalu, bukan hasil perlakuan orang lain terhadap diri kita. Semua faktor eksternal itu memang akan mempengaruhi diri kita. Namun pilihan-pilihan kita yang akhirnya menentukan siapa diri kita sebenarnya. Sebagai ilustrasi, ada dua remaja yang latar belakang keluarganya sama-sama broken home. Salah seorang dari mereka berhasil menjadi pribadi yang sukses dan tangguh. Sebaliknya yang lainnya menjadikan keadaan keluarganya sebagai alasan untuk menjadi pengguna narkoba. Artinya, bagaimana pun situasi yang kita hadapi, kita bisa memilih bagaimana untuk bereaksi. Semua berpulang pada diri kita sendiri untuk membuat pilihan.
Pilihan-pilihan hidup harus bisa kita pertanggungjawabkan. Karena apapun pilihan kita akan kita hadapi akibatnya hingga bertahun-tahun berikutnya.

Itu sebabnya tidak mudah menjadi seorang ibu. Surga di telapak kaki ibu, bukan semata karena dari rahim ibu seorang manusia baru dilahirkan. Bukan pula semata karena payah yang ditanggungnya selama berbulan masa mengandung dan menyusui. Melainkan karena seorang ibu membuat pilihan-pilihan untuk anak-anaknya ketika mereka belum bisa untuk memilih. Pilihan-pilihan yang pada akhirnya harus menjadikan anak-anak mereka cukup cerdas untuk memilih dengan benar dan berani mempertanggungjawabkan pilihan mereka ketika tiba saatnya kelak anak-anak mereka harus mulai membuat pilihan mereka sendiri. Selama masa ini seorang ibu benar-benar diuji untuk kemuliaannya. Karena pada masa inilah karakter anak dibentuk. Dan tidak jarang pilihan yang dibuat seorang ibu sebagai IBU bertentangan dengan keinginan hatinya sebagai seorang perempuan. Pilihan untuk mendahulukan kewajibannya sebagai seorang IBU inilah yang diapresiasi Allah dengan kemuliaan "Surga di telapak kaki IBU".

Tapi seorang ibu tetaplah manusia biasa, kendati tulus hati niatnya dalam mendewasakan anak-anaknya, terkadang tidak tepat jalan yang dipilihnya. Apapun hasil didikan orang tua terhadap diri kita saat ini, bukan alasan untuk menyalahkan mereka atas kualitas karakter diri kita. Sebab kita sudah cukup dewasa untuk bisa membuat pilihan-pilihan kita sendiri. Dan tidak ada kata terlambat untuk mulai membuat pilihan-pilihan yang benar bagi hidup kita, keluarga dan orang-orang disekitar kita.

Sunday, September 28, 2008

Saturday, September 13, 2008

Kembali ke Titik Nol

That's only one person who could ever make you happy, and that person is you

(David Burns, Intimate Connections)

Sudah dua tahun lamanya sejak tulisan saya yang terakhir.... Rentang waktu yang cukup panjang. Ada banyak peristiwa yang terjadi, ada banyak tawa bahkan juga tangis. Semuanya mengguratkan jati diri saya hingga saat ini.

Ketika sejenak saya melihat diri saya ke masa dua tahun itu, saya tiba pada satu titik kesadaran. Bahwa saya harus bahagia! Seorang kawan pernah menanyakan skoring kebahagiaan saya pada skala 1-10. Saya lupa, berapa jawaban saya. Tapi yang jelas sangat rendah. Dan saya terpukau dengan jawaban beliau yang di angka 8-8,5. She was very happy and I believe she's still happy right now.

Pertanyaan itu diajukan kurang lebih dua tahun yang lalu. Dan selama waktu berjalan, I do nothing to fix it. Very Pathetic!

Happiness comes from inside.

Itu sebabnya saya belum bahagia. Sebab saya menyandarkan kebahagiaan pada orang-orang di luar saya. Pada suami, pada orangtua, anak, sahabat bahkan tetangga. Akibatnya saya menjadi serapuh china, persis lirik she's so vulnerable-nya Roxette. Ketika saya menyandarkan kebahagiaan saya pada mereka, saat itu juga saya melontarkan peluru-peluru pengharapan saya. Bahwa mereka harus begini harus begitu. Sesuai dengan standar sikap dan nilai hidup saya. Ketika kenyataan yang terjadi berbeda -yang berarti peluru-peluru itu salah sasaran..- saya bisa sedih berkepanjangan.

Bahkan teramat sedih..... seperti ketika saya mengalami hal yang sangat luar biasa dalam rumah tangga saya. Berhari-hari saya menangis bergumul dengan rasa marah, benci, juga dendam. Pertanyaan how could you... why me... saya teriakkan dalam hati berulang ulang. Begitu banyak energi negatif yang saya keluarkan membuat saya menjadi sangat lelah... Kelelahan yang menjadikan lingkar hitam mata saya menjadi lebih gelap, dan tubuh kurus saya menjadi semakin ringkih.

Ya, bayangan di cermin itu menyadarkan saya. Begitu banyak waktu yang telah terbuang. Banyak masa terlewat dengan mengabaikan kebahagiaan yang seharusnya saya miliki. 32 tahun sudah kehidupan saya, dan saya masih tidak bisa menjawab pertanyaan: Apakah kamu bahagia? Apa yang membuatmu bahagia?

Saya pejamkan mata, perlahan-lahan saya mencoba mengurai kekusutan jiwa saya. Menyadari bahwa saya harus mencari ke dalam, bukan keluar. Sebab mereka memiliki kehidupan dengan pilihan-pilihan yang mereka buat. Sadar buat berhenti menyalahkan orang lain dan diri sendiri. Sebab saya tidak memiliki kuasa untuk mengatur pilihan-pilihan yang harus mereka buat dan karena itu juga seburuk apapun pilihan yang mereka buat tidak seharusnya mengguncangkan kehidupan saya. Karena saya memiliki jiwa dan pikiran saya sendiri. Seperti saya tidak memiliki kuasa atas hidup mereka, pun mereka tidak memiliki kuasa atas hidup saya.

Itu sebabnya saya HARUS dan berHAK hidup bahagia! Sebab bahagia menguatkan jiwa dan melapangkan hati. Perlahan saya minta Pada Yang Rahman dan Rahim, bantu saya menjadikan hati kembali ke nol, agar saya bisa menatanya kembali. Bantu saya untuk bisa melihat ke dalam jiwa saya dengan jernih, agar saya tahu keinginan saya yang akan menjadikan hidup saya lebih bermakna. May Allah bless me... Ameen


Friday, April 14, 2006

Inikah Saatnya?

Playboy Indonesia akhirnya terbit! Tidak perduli berbagai macam komentar, saran, bahkan ancaman yang datang, Playboy tetap maju melenggang dengan dalih kebebasan dan demokrasi. Dengan berbagai kontroversi yang meliputinya tak pelak lagi Playboy justru mendulang sukses penjualan pada edisi perdananya. Tak kurang dari 100.000 ekslempar yang dilemparkan ke pasaran, habis dalam satu hari. Bahkan kabarnya majalah yang dibandrol dengan harga 39.000 rupiah itu bisa terjual menjadi 150.000 rupiah. Lihatlah bagaimana kita dengan semangat membara dan menggebu-gebu menolak RUU Pornografi dan dengan semangat yang sama memburu edisi perdana majalah Playboy. Tidakkah kita sadar betapa menyedihkannya bangsa ini...

Persoalan jelas tidak berhenti sampai disini. Kecaman datang mengalir. Mulai dari ibu rumahtangga, da’i kondang bahkan ketua MUI berkomentar tajam. Tapi dewan redaksi tak bergeming. Dengan wajah optimis sang Pemred tetap bersikukuh bahwa Playboy Indonesia berbeda dengan Playboy Amerika. Sampai kemudian komunitas FPI bereaksi keras. Setelah melaporkan 9 orang yang dianggap berperan besar dalam penerbitan perdana -- termasuk 2 model, model cover dan playmate model—ke pihak yang berwajib plus menggugat perusahaan-perusaahaan pemasang iklan, FPI melancarkan demo ke kantor redaksi Majalah Playboy. Demo ini kemudian berujung ricuh, terjadi pengrusakan gedung dan 2 polisi terluka. Disayangkan memang. Tapi percaya atau tidak, peristiwa yang diltayangkan semua stasiun televisi ini ternyata mampu menghilangkan senyum si Pemred. Tak terlihat lagi optimisme yang tadinya begitu terpancar di wajahnya. Harus diakui bahwa ternyata cara kekerasan lebih berdampak. Benar, sebaiknya kita menghindari kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Kekerasan ibarat menyelesaikan masalah dengan menambah masalah. Tapi dalam kasus ini, sudah sangat banyak kata-kata yang telah dikeluarkan. Sudah sangat sering himbauan, dan saran bersahabat dilontarkan. Toh, semua ibarat angin lalu…

Sayangnya media sebagai sumber berita masyarakat kelihatan berbeda pendapat. Dalam tayangan berita sore tadi sebuah stasiun televisi dalam news textnya menulis, ‘mana yang lebih baik pornografi atau kekerasan’. Sebuah pertanyaan retorik yang bodoh menurut saya. Pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban tapi mampu menggiring opini public. Publik atau masyarakat tidak diajak dengan jernih melihat duduk persoalan, tidak diberi peluang untuk berpikir kenapa dan bagaimana sebuah peristiwa itu terjadi. Dengan mengikuti seluruh rangkaian berita yang dibacakan, persolan kemudian justru menjadi kabur. Bahkan kita pun akan menjadi bertanya-tanya, siapa mendhalimi siapa?

Stasiun televisi itu bukan satu-satunya, siang sebelumnya saya sempat menyaksikan 15 menit terakhir sebuah acara infotainment dari stasiun yang berbeda. Topiknya masih seputar majalah Playboy, pornografi dan pro kontra pendapat yang mengikutinya. Diakhir acara sang Host dengan suara mantap dan ekspresi berwibawa berkata (kira-kira begini..), ”apakah perlu segala pembatasan dengan dalih penjagaan moral? Tidakkah yang ditutupi itu justru mengundang keingin tahuan dan yang dilarang justru menimbulkan keinginan untuk mencoba?” Lagi-lagi sebuah komentar dangkal yang ( lagi-lagi) mampu membentuk opini publik.

Suka tidak suka begitulah power dari sebuah media. Harus disadari bahwa media bukan hanya sekedar penyampai berita atau informasi namun ia juga mampu membentuk sebuah opini public. Mengubah suka menjadi tidak suka , setuju menjadi tidak setuju. Hal menjadi sangat riskan ketika di alami oleh masyarakat kita yang latar belakang pendidikan dan ekonominya tidak setara. Ketika sebuah berita disampaikan secara tidak seimbang kepada masyarakat yang sumber informasinya terbatas, maka tidak ada pilihan bagi masyarakat tersebut untuk mampu menganalisa secara jernih dan adil. Headline, isi, komentar bahkan gesture dari host atau anchor sudah merupakan pesan tersendiri yang akan membentuk opini dari pemirsanya.

Itulah kenapa saya berpikir, inilah saatnya. Inilah saatnya bagi umat muslim Indonesia memiliki sebuah stasiun televisi. Setidaknya sebuah stasiun televisi berita nasional. Stasiun televisi yang mampu menyajikan informasi dari sisi yang berbeda. Menyeimbangkan informasi yang beredar.Sehingga masyarakat mampu menganalisa secara jernih dan adil segala informasi dan peristiwa. Selain itu ada banyak pembelajaran yang bisa diberikan oleh sebuah stasiun televisi Islam kepada masyarakat. Seperti yang saya tulis diatas, gesture dari host sudah merupakan pesan tersendiri. Alangkah sejuknya mendengar salam dari anchor yang berjilbab rapi. Anggapan bahwa perempuan berjilbab tak akan bisa menjadi anchor pun akan pupus. Begitulah, saya berangan-angan sore ini. Angan-angan yang saya tahu persis tidaklah mudah untuk direalisasikan. Tapi saya juga sadar, untuk sebuah kebaikan kita tak boleh berhenti berharap dan berusaha. InsyaAllah.

Menulis Cepat, Cepatlah Menulis!

Saat ini saya sedang membaca sebuah buku berjudul ‘Quantum Learning’. Karangan Bobbi de Porter dan Mike Hernacki. Meski bukan buku terbitan baru, buku ini sangat menarik. Pada salah-satu babnya mengenai menulis, dikatakan bahwa salah-satu cara berlatih menulis adalah menulis dengan cepat. Tentukan topic yang ingin ditulis, pasang timer lalu menulislah dengan cepat selama waktu itu. Apa saja yang dipikirkan bahkan ketika sedang kehabisan ide. Tulis saja sedang tidak ada ide. Pokoknya terus menulis tanpa mengedit!

Saya mencoba cara itu selama 5 menit dan inilah hasilnya:

Saya menyukai ungu. Ungu adalah gabungan warna merah dan biru. Merah cenderung pada sesuatu yang panas dan bersemangat. Sementara biru kebalikannya. Ia merujuk pada ketenangan. Jadi ungu seperti paduan dua sisi. Seperti memiliki dua lilin lunak, merah dan biru lalu melumatnya menjadi satu. Itulah Ungu. Menjadi ungu seperti memiliki dua kepribadian yang tersembunyi. Kadang kau menjadi seseorang yang bersemangat dan dilain waktu sebaliknya menjadi sangat tenang. Ungu menjadikanmu sosok yang tidak mudahk dimengerti. Orang lain terkadang menebak dengan salah siapa dirimu sebenarnya. Mereka pikir kau adalah si merah....

Bagaimana? Tampak kacau?! Benar, ketika kita menulis dengan cepat lalu membaca hasilnya kembali. Sebagian besar isinya tidak berguna, tata bahasanya pun kacau, banyak pilihan kata yang tidak tepat. Kesempurnaan memang bukan tujuan dari cara ini. Cara ini mengabaikan hasil namun membantu kita melepaskan diri dari rasa ragu-ragu yang memberatkan setiap kali memulai menulis. Jika terus berlatih dengan cara ini dengan sedikit demi sedikit memperpanjang waktu pada timer, kita akan lebih terlatih. Terlatih menuangkan ide dan terlatih dalam memilih kata. Ini akan memudahkan kita untuk mengeditnya kembali dan menjadikannya tulisan yang sempurna.

Saya menyukai cara ini dan berniat akan berlatih dengannya terus-menerus. Pada latihan pertama ini saya kehabisan waktu. Masih ada banyak hal yang ingin saya tuangkan. Artinya? Saya sebenarnya tidak pernah kehabisan ide untuk ditulis. Yang saya butuhkan adalah tekad untuk mengatasi rasa malas dan kemauan besar untuk terus belajar menulis. Saya percaya bahwa setiap orang bisa menulis dan harus belajar untuk menulis. Karena menulis adalah aktifitas yang melibatkan dua belahan otak kita sekaligus dus hal ini sangat membantu untuk mengoptimalkan kerja otak . Untuk diketahui, secara fisiologis otak kita tidak berbeda jauh dengan otak yang dimiliki einstein, da vinci, atau ibnu sina. Jadi hanya ada dua pilihan : gunakan otak kita atau abaikan!